Rabu, 16 Maret 2016

Hari Puisi - Batam Pos Edisi 13 Maret 2016

Sajak 1
Debar Kabar Untuk Penghuni Rawa

Wai, di manakah kau sekarang setelah tempat singgahmu ditimbun tanah, berganti rumah-rumah kami yang kini mulai gagah, tempat kami melepas lelah seusai memerah puting rezeki yang mulai memerah karena tingkah pongah bromocorah negeri ini....
Wai, ingin aku kabarkan sebuah balada melalui angin yang akhir-akhir ini terangkai indah bersama gemulai tarian zapin...
Wai, pasti tidak kau ketahui jika persinggahanmu dulu, kini telah menjadi panggung ajang tampil anak-anak dekil yang selalu menyentil dari masalah rambut, keringat, hingga upil...
Wai, kini menara telah berdiri gagah nan indah bak petuah Hang Tuah. Namun entah, karena entah yang dibuat oleh beberapa entah, yang lain pun mulai merasa entah...
Wai, ini sedikit keluh seusai peluh yang lalu telah kubaktikan untuk bumi segantang lada ini...
Wai, kabar duka ini jangan kau sampaikan pada Tengku Nong, karena aku takut Pancungan Jenawinya keluar memporak-porandakan negeri ini yang mulai mati rasa...


Sajak 2
Pagi Berayun di Daun Kamboja

Kopi semalam hanya menyisakan pahit
Kuseduh kembali sedap kenangan
Aroma menepis kantukku
Telah menjadi titah yang tak terbantah
Delapan bulan Tuhan menitipkanmu dalam gua garba wanita
Ya, dia, ibumu
Setahun yang lalu
Aroma obat menusuk lubang hidungku
Dunia menanti tangismu
Tiada tangisan pertama, tiada pula terakhir
Mungkin Tuhan tidak ingin kau tahu beratnya hidup ini
Mungkin Tuhan tidak ingin kau tahu silaunya dunia ini
Namun yang pasti, Tuhan telah mengajarkan rahasia bagaimana mencintaimu.


Sajak 3
Rindu Dalam Sekam

Gerimis senja tadi
Menyisakan nada di tepi dedaunan
Lalu kusenandungkan kidung sepi di sudut kamar kita
Puluhan bait pun terangkai untuk mempuisikanmu
Namun tak ada yang sepuitis kebersamaan kita
Terus kucoba meramu kata, kujajarkan aksara, meronce selarik sajak
Tapi tak ada diksi yang tepat tuk ungkapkan kerinduanku
Gelap malam menjalar pada secangkir teh yang kuseduh
Setiap tegukan menjelma rindu tersipu
Imaji pun merangkak jauh menyusuri gundukan rindu yang meraung bak titah Gajah Mada
Perlahan tapi pasti
Menempel pada baris kesembilan bulu matamu
Tak kutemukan sesuatu selain rindu
Lalu memantul ke lesung pipimu
Di sana ada panas serasa salju, ada dingin yang tak beku


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda